Seringkali kita mendengar pernyataan berikut :
"Wah, saya sih kalau batuk pilek, nggak akan sembuh kalau belum dikasih antibiotik"
atau..
"Aduh, batuk pilek saya udah parah nih, kayaknya udah harus ke dokter, supaya dikasih antibiotik"
atau..
"Dikasih antibiotik aja ya Dok, supaya cepat sembuh"
Sebenarnya, seberapa jauh pernyataan-pernyataan tersebut memang benar secara medis? Mari kita baca tulisan di bawah ini. Semoga bermanfaat :-)
Penggunaan Obat Rasional
disalin sebagian dari artikel dr. Fransisca Handy, SpA, IBCLC on January 5th, 2011
http://aimi-asi.org/2011/01/asi-dan-penggunaan-obat-rasional/
Apakah yang dimaksud dengan penggunaan obat rasional (POR)?
Di tubuh kita terdapat jutaan bakteri baik. Bakteri baik ini terdapat di dalam usus dan berkembang biak di sana, melindungi kita dari berbagai penyakit akibat bakteri jahat.
Selain itu kita juga memiliki zat kekebalan lain berupa aneka sel darah putih dengan macam-macam fungsi dalam jumlah berlimpah mulai dari anti-infeksi, anti radang, pelapis usus, anti alergi dan sebagainya.
Dari makanan pun, kita bisa memperoleh berbagai perlindungan. Terutama dari makanan alami. Apakah yang terkandung dalam makanan pendamping alami yang tidak akan terdapat dalam makanan olahan pabirk? Enzim, vitamin dan mineral alami yang juga punya daya perlidungan luar biasa bagi kita.
Sekarang, mari kita telaah perjalanan kita ketika kita jatuh sakit. Kita ambil contoh saja penyakit yang ringan yang ditandai dengan gejala seperti batuk, pilek, demam dan diare atau muntah.
Apakah yang umumnya terjadi ketika kita atau anak kita sakit? Kita akan pergi ke fasilitas kesehatan (dokter atau rumah sakit) dan sepulang dari dokter / rumah sakit, kita akan dibekali dengan satu atau lebih obat. Jika yang sakit adalah anak kita, puyer berisikan beberapa obat yang disatukan disertai sirup anti demam umumnya diberikan. Antibiotik tak lupa disertakan, dapat disertakan dalam puyer atau pun dalam bentuk sirup yang terpisah.
Pernah dilakukan pengecekan atas resep yang sering diberikan pada pasien flu dan diare.
Resep pertama diberikan pada bayi 1 bulan, ASI eksklusif, dgn keluhan “flu”. Resep kedua diberikan pada bayi 3 bulan, ASI eksklusif, dengan diare akut, tanpa perdarahan. Kedua resep puyer ini mengandung Luminal, obat anti kejang, untuk apa bayi batuk pilek atau diare dapat obat anti kejang? Efek sampingnya amat berbahaya: perlambatan irama jantung, tekanan darah rendah, henti napas dan depresi sistem saraf pusat. Rewel bukan indikasi pemberian obat anti kejang, rewel lumrah terjadi saat sakit, tenangkanlah anak kita. Kedua resep ini juga mengandung antibiotik (eritrhomycin dan nifural) yang sama sekali tidak diperlukan. Obat-obat lain dalam resep ini juga tidak ada pada pedoman batuk pilek dan diare tanpa perdarahan.
Gejala batuk pilek demam dan diare sebagian besar disebabkan oleh virus. Virus ini pada umumnya adalah self limiting disease atau sembuh sendiri. Sementara antibiotik HANYA dapat mematikan atau melemahkan bakteri, bukan virus. Antibiotik tidak dapat mengenali mana bakteri baik dan mana yang jahat, sehingga bakteri baik akan selalu ikut dihantam oleh antibiotik yang dikonsumsi kita dan anak kita. Sia-sia lah usaha mengumpulkan bakteri baik yang selama ini sudah dilakukan.
Semakin sering kita dan anak kita minum antibiotik, semakin sering kita sakit, karena berkurangnya bakteri baik yang membantu pertahanan tubuh. Penggunaan antibiotik secara tidak rasional juga menyebabkan timbulnya resistensi atau berubahnya sifat bakteri menjadi tahan terhadap antibiotik sehingga suatu saat kita dapat kembali ke era sebelum antibiotik ditemukan. Antibiotik menyelamatkan hidup, maka kita harus menyelamatkan antibiotik dengan menggunakannya secara rasional. Bila tidak ada indikasi untuk pemberian antibiotik, STOP segera, tidak ada isitilah “terlanjur minum antibiotik”, sebaliknya bila memang ada indikas taati aturan minumnya dengan baik.
Batuk pilek demam dan diare sampai tahap tertentu sesungguhnya adalah cara tubuh untuk bertahan ketika virus masuk ke dalam tubuh (infeksi virus). Batuk menjaga supaya jalan napas bersih dari lendir yang dihasilkan lebih banyak ketika ada infeksi virus dan batuk juga menjaga supaya kuman baru tidak masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernapasan di saat tubuh sedang berusaha melawan virus yang sudah masuk. Begitu juga dengan pilek, tubuh berusaha mengeluarkan virus melalui lendir yang diproduksi hidung. Pilek yang mulai kehijauan sama sekali tidak berarti bahwa ada infeksi bakteri. Kehijauan semata-mata karena banyak sel darah putih yang terkandung dalam lendir yang bereaksi dengan oksigen yang terjadi justru di akhir masa sakit atau dalam proses penyembuhan. Bila hidung tersumbat, dapat digunakan obat tetes hidung untuk membantu mengurangi sumbatan.
Bagaimana dengan demam ? Demam adalah tanda bahwa pertahanan tubuh sedang bekerja. Setiap kali ada kuman masuk ke dalam tubuh, secara otomatis tubuh akan bereaksi dan reaksi ini menghasilkan zat yang menyebabkan suhu tubuh naik. Suhu tubuh yang naik ini juga membuat sel pertahanan tubuh dapat bekerja lebih optimal. Oleh karena itu kita tidak disarankan untuk mengobati demam yang ringan agar masa sakit dapat berlangsung lebih singkat karena tubuh diberi kesempatan untuk melawan si kuman. Benar bahwa demam dapat menyebabkan dehidrasi dan kejang, oleh karena itu perlu dipantau, diberi cairan lebih banyak (ASI untuk bayi), dikompres hangat dan diberi obat demam hanya bila suhu di atas 38,5 derC (pada anak usia 1 tahun atau lebih). Diare akut tanpa perdarahan umumnya disebabkan juga oleh virus. Diare membantu tubuh membuang virus yang masuk, sehingga pemberian anti diare pada anak tidaklah dianjurkan oleh WHO. Tata laksana diare yang utama adalah mengganti cairan yang keluar. Untuk bayi, ASI adalah pengganti cairan terbaik, oralit dapat diberikan jika diperlukan.
Pedoman tata laksana kasus bagi dokter maupun bidan dan perawat sebenarnya telah lama ada. WHO telah mengenalkan Manajemen Terpadu Balita Sakit untuk bidan dan perawat. Untuk dokter WHO telah mengenalkan Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Sebetulnya dengan mematuhi pedoman yang ada, rasionalitas tata laksana yang dilakukan tenaga kesehatan dapat lebih terarah. Namun, hal ini juga memerlukan kerjasama dari kita semua.
Tekanan kepada tenaga kesehatan untuk memberikan resep, terutama resep tertentu seperti antibiotik atau puyer atau vitamin botolan kerap terjadi (vitamin jauh lebih baik yang berasal dari buah bukan?). Tahukah Anda, bahwa Indonesia adalah satu-satunya Negara yang masih meresepkan obat berbentuk puyer. Puyernya sendiri tidak terlalu masalah, yang berbahaya adalah praktik mencampur aneka obat menjadi satu yang belum tentu diperlukan anak kita. Padahal berdasarkan pedoman untuk tata laksana kasus-kasus ringan yang saya ceritakan di atas tidak memerlukan peresepan apapun, kecuali untuk obat anti demam bila ada indikasi. Setiap kunjungan ke tenaga kesehatan, pastikan kita dan buah hati kita mendapatkan hanya yang terbaik.
Mari kita bersama mengusahakan agar setiap kita dan semua anak Indonesia mendapatkan semuanya serba Standard Emas, bedasarkan pedoman, berbasis bukti yang kuat. Hidup POR !!
Wednesday, January 5, 2011
ASI dan Penggunaan Obat Rasional
Copy paste dari milis Balita Anda, sumber aslinya dari AIMI. Semoga bermanfaat :-)
Dari AIMI, bagus untuk Ibu2 dan Bapak2 yg masih ragu kenapa Antibiotik "1/2
haram" untuk bayi ^_^
Ada beberapa gambar yg mungkin engga muncul ya.. kalau mau lihat
selengkapnya klik ke :
http://aimi-asi.org/2011/01/asi-dan-penggunaan-obat-rasional/
ASI dan Penggunaan Obat Rasional
By dr. Fransisca Handy, SpA, IBCLC
on January 5th, 2011
Air susu ibu (ASI) tidaklah asing lagi ditelinga kita dan semua orangtua
yang mendapatkan informasi dan dukungan yang tepat pasti berharap dapat
memberi ASI pada bayinya sesuai dengan standard emas pemberian makan pada
bayi. Namun apakah yang dimaksud dengan penggunaan obat rasional (POR)? Apa
hubungan ASI dengan POR ?
Tahukah ayah ibu sekalian, bahwa menggunakan obat secara rasional pada bayi
di saat sakit ternyata amat membantu agar manfaat ASI dapat benar-benar
optimal diperoleh sang bayi?
Mari kita telaah apa saja yang ada dalam standard emas makanan bayi. Yang
pertama tentu Inisiasi Menyusu Dini. Selama proses IMD bayi diletakkan di
dada ibu, bersentuhan kulit dengan kulit dan ketika bayi mulai berusaha
mencari dia akan menjilati kulit dada dan payudara ibunya. Apakah yang
didapat sang bayi dari kulit ibu: bakteri baik. Ya, di kulit kita terdapat
jutaan sel bakteri baik yang melindungi kulit agar bakteri jahat dan jamur
tidak tumbuh. Bakteri baik ini akan masuk ke dalam usus bayi dan berkembang
biak di sana, melindungi bayi dari penyakit diare akibat bakteri jahat.
Terlebih bila sang bayi lahir secara normal, ada begitu banyak bakteri baik
di sepanjang jalan lahirnya. Setelah IMD, tentu dilanjutkan dengan ASI
eksklusif selama 6 bulan. Setiap kali menyusu pada payudara, tentu bayi
mendapat asupan bakteri baik tembahan baik lewat sentuhan mulut bayi dengan
payudara maupun lewat ASI itu sendiri. Zat kekebalan yang dibawa ASI tentu
bukan hanya bakteri baik, tapi ada aneka sel darah putih dengan macam-macam
fungsi dalam jumlah berlimpah mulai dari anti-in26feksi, anti radang,
pelapis usus, anti alergi dan sebagainya. Setelah berusia 6 bulan, bayi
mulai mendapat makanan pendamping alami. Apakah yang terkandung dalam
makanan pendamping alami yang tidak akan terdapat dalam makanan olahan
pabirk? Enzim, vitamin dan mineral alami yang juga punya daya perlidungan
luar biasa bagi bayi.
Sekarang, mari kita telaah perjalanan kesehatan bayi kita. Secara umum
ketika usia 6 bulan, bayi akan mulai sakit ringan yang ditandai dengan
gejala seperti batuk, pilek, demam dan diare atau muntah. Hal ini disebabkan
oleh zat kekebalan dari ibu yang telah mulai menurun kadarnya, ASI yang
mulai tergantikan dengan makanan pendamping ASI serta mobilitas / pergerakan
bayi yang mulai meningkat. Batuk, pilek, demam dan diare dialami semua bayi
karena ini adalah bagian dari tumbuh kembang bayi. Coba kita perhatikan di
sekitar kita, adakah balita di atas usia 6 bulan yang sama sekali tidak
pernah batuk pilek demam dan diare?
Namun, apakah yang umumnya terjadi pada bayi di saat ia sakit? Orangtua akan
membawanya ke fasilitas kesehatan (dokter atau bidan) dan sepulang dari
dokter / bidan orangtua akan dibekali dengan satu atau lebih obat. Puyer
berisikan beberapa obat yang disatukan disertai sirup anti demam umumnya
diberikan. Antibiotik tak lupa disertakan, dapat disertakan dalam puyer atau
pun dalam bentuk sirup yang terpisah. Lihatlah 2 contoh resep di bawah ini:
Resep yg sisi kiri diberikan pada bayi 1 bulan, ASI eksklusif, dgn keluhan
“flu”. Resep sisi kanan diberikan pada bayi 3 bulan, ASI eksklusif, dengan
diare akut, tanpa perdarahan. Rasionalkah? Kedua resep puyer ini mengandung
Luminal, obat anti kejang, untuk apa bayi batuk pilek atau diare dapat obat
anti kejang? Efek sampingnya amat berbahaya: perlambatan irama jantung,
tekanan darah rendah, henti napas dan depresi sistem saraf pusat. Rewel
bukan indikasi pemberian obat anti kejang, rewel lumrah terjadi saat sakit,
tenangkan dengan menyusui. Kedua resep ini juga mengandung antibiotik
(eritrhomycin dan nifural) yang sama sekali tidak diperlukan. Obat-obat lain
dalam resep ini juga tidak ada pada pedoman batuk pilek dan diare tanpa
perdarahan.
Gejala batuk pilek demam dan diare sebagian besar disebabkan oleh virus.
Virus ini pada umumnya adalah self limiting disease atau sembuh sendiri.
Sementara antibiotik HANYA dapat mematikan atau melemahkan bakteri, bukan
virus. Antibiotik tidak dapat mengenali mana bakteri baik dan mana yang
jahat, sehingga bakteri baik akan selalu ikut dihantam oleh antibiotic yang
dikonsumsi anak kita. Sia-sia lah usaha mengumpulkan bakteri baik dari
proses IMD dan ASI eksklusif. Semakin sering anak minum antibiotik, semakin
sering ia sakit, karena berkurangnya bakteri baik yang membantu pertahanan
tubuh. Penggunaan antibiotik secara tidak rasional juga menyebabkan
timbulnya resistensi atau berubahnya sifat bakteri menjadi tahan terhadap
antibiotik sehingga suatu saat kita dapat kembali ke era sebelum antibiotik
ditemukan. Antibiotik menyelamatkan hidup, maka kita harus menyelamatkan
antibiotik dengan menggunakannya secara rasional. Bila tidak ada indikasi
untuk pemberian antibiotik, STOP segera, tidak ada isitilah “terlanjur minum
antibiotik”, sebaliknya bila memang ada indikas taati aturan minumnya dengan
baik.
Ayah dan ibu sekalian, batuk pilek demam dan diare sampai tahap tertentu
sesungguhnya adalah cara tubuh untuk bertahan ketika virus masuk ke dalam
tubuh (infeksi virus). Batuk menjaga supaya jalan napas bersih dari lendir
yang dihasilkan lebih banyak ketika ada infeksi virus dan batuk juga menjaga
supaya kuman baru tidak masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernapasan di
saat tubuh sedang berusaha melawan virus yang sudah masuk. Begitu juga
dengan pilek, tubuh berusaha mengeluarkan virus melalui lendir yang
diproduksi hidung. Pilek yang mulai kehijauan sama sekali tidak berarti
bahwa ada infeksi bakteri. Kehijauan semata-mata karena banyak sel darah
putih yang terkandung dalam lendir yang bereaksi dengan oksigen yang terjadi
justru di akhir masa sakit atau dalam proses penyembuhan. Bila hidung
tersumbat, ASI dapat diteteskan pada lubang hidung untuk membantu mengurangi
sumbatan karena ASI mengandung anti infeksi dan anti radang.
Bagaimana dengan demam ? Demam adalah tanda bahwa pertahanan tubuh sedang
bekerja. Setiap kali ada kuman masuk ke dalam tubuh, secara otomatis tubuh
akan bereaksi dan reaksi ini menghasilkan zat yang menyebabkan suhu tubuh
naik. Suhu tubuh yang naik ini juga membuat sel pertahanan tubuh dapat
bekerja lebih optimal. Oleh karena itu kita tidak disarankan untuk mengobati
demam yang ringan agar masa sakit dapat berlangsung lebih singkat karena
tubuh diberi kesempatan untuk melawan si kuman. Benar bahwa demam dapat
menyebabkan dehidrasi dan kejang, oleh karena itu perlu dipantau, diberi
cairan lebih banyak (ASI lebih baik), dikompres hangat dan diberi obat demam
hanya bila suhu di atas 38,5&derC (pada anak usia 1 tahun atau lebih). Diare
akut tanpa perdarahan umumnya disebabkan juga oleh virus. Diare membantu
tubuh membuang virus yang masuk, sehingga pemberian anti diare pada anak
tidaklah dianjurkan oleh WHO. Tata laksana diare yang utama adalah mengganti
cairan yang keluar. ASI adalah pengganti cairan terbaik, oralit dapat
diberikan jika diperlukan.
Pedoman tata laksana kasus bagi dokter maupun bidan dan perawat sebenarnya
telah lama ada. WHO telah mengenalkan Manajemen Terpadu Balita Sakit untuk
bidan dan perawat. Untuk dokter WHO telah mengenalkan Pedoman Pelayanan
Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Sebetulnya dengan mematuhi pedoman yang ada,
rasionalitas tata laksana yang dilakukan tenaga kesehatan dapat lebih
terarah. Namun, hal ini juga memerlukan kerjasama dari para ayah dan ibu.
Tekanan kepada tenaga kesehatan untuk memberikan resep, terutama resep
tertentu seperti antibiotik atau puyer atau vitamin botolan kerap terjadi
(vitamin jauh lebih baik yang berasal dari ASI dan buah bukan?). Tahukan
ayah ibu, bahwa Indonesia adalah satu-satunya Negara yang masih meresepkan
obat berbentuk puyer. Puyernya sendiri tidak terlalu masalah, yang berbahaya
adalah praktik mencampur aneka obat menjadi satu yang belum tentu diperlukan
bayi kita. Padahal berdasarkan pedoman untuk tata laksana kasus-kasus ringan
yang saya ceritakan di atas tidak memerlukan peresepan apapun, kecuali untuk
obat anti demam bila ada indikasi. Setiap kunjungan ke tenaga kesehatan,
pastikan buah hati kita mendapatkan hanya yang terbaik.
ASI adalah investasi yang luar biasa bagi kesehatan dan tumbuh kembang anak
kita, jangan sampai penggunaan obat yang tidak rasional merusak investasi
ini. Mari kita bersama mengusahakan agar setiap anak Indonesia mendapatkan
semuanya serba Standard Emas, tidak saja soal feeding, tapi juga ketika
sakit dia mendapatkan tata laksana yg berstandar emas: bedasarkan pedoman,
berbasis bukti yang kuat. Hanya yang terbaik yang pantas kita berikan bagi
anak-anak kita bukan ? Hidup ASI, Hidup POR !!
Dari AIMI, bagus untuk Ibu2 dan Bapak2 yg masih ragu kenapa Antibiotik "1/2
haram" untuk bayi ^_^
Ada beberapa gambar yg mungkin engga muncul ya.. kalau mau lihat
selengkapnya klik ke :
http://aimi-asi.org/2011/01/asi-dan-penggunaan-obat-rasional/
ASI dan Penggunaan Obat Rasional
By dr. Fransisca Handy, SpA, IBCLC
on January 5th, 2011
Air susu ibu (ASI) tidaklah asing lagi ditelinga kita dan semua orangtua
yang mendapatkan informasi dan dukungan yang tepat pasti berharap dapat
memberi ASI pada bayinya sesuai dengan standard emas pemberian makan pada
bayi. Namun apakah yang dimaksud dengan penggunaan obat rasional (POR)? Apa
hubungan ASI dengan POR ?
Tahukah ayah ibu sekalian, bahwa menggunakan obat secara rasional pada bayi
di saat sakit ternyata amat membantu agar manfaat ASI dapat benar-benar
optimal diperoleh sang bayi?
Mari kita telaah apa saja yang ada dalam standard emas makanan bayi. Yang
pertama tentu Inisiasi Menyusu Dini. Selama proses IMD bayi diletakkan di
dada ibu, bersentuhan kulit dengan kulit dan ketika bayi mulai berusaha
mencari dia akan menjilati kulit dada dan payudara ibunya. Apakah yang
didapat sang bayi dari kulit ibu: bakteri baik. Ya, di kulit kita terdapat
jutaan sel bakteri baik yang melindungi kulit agar bakteri jahat dan jamur
tidak tumbuh. Bakteri baik ini akan masuk ke dalam usus bayi dan berkembang
biak di sana, melindungi bayi dari penyakit diare akibat bakteri jahat.
Terlebih bila sang bayi lahir secara normal, ada begitu banyak bakteri baik
di sepanjang jalan lahirnya. Setelah IMD, tentu dilanjutkan dengan ASI
eksklusif selama 6 bulan. Setiap kali menyusu pada payudara, tentu bayi
mendapat asupan bakteri baik tembahan baik lewat sentuhan mulut bayi dengan
payudara maupun lewat ASI itu sendiri. Zat kekebalan yang dibawa ASI tentu
bukan hanya bakteri baik, tapi ada aneka sel darah putih dengan macam-macam
fungsi dalam jumlah berlimpah mulai dari anti-in26feksi, anti radang,
pelapis usus, anti alergi dan sebagainya. Setelah berusia 6 bulan, bayi
mulai mendapat makanan pendamping alami. Apakah yang terkandung dalam
makanan pendamping alami yang tidak akan terdapat dalam makanan olahan
pabirk? Enzim, vitamin dan mineral alami yang juga punya daya perlidungan
luar biasa bagi bayi.
Sekarang, mari kita telaah perjalanan kesehatan bayi kita. Secara umum
ketika usia 6 bulan, bayi akan mulai sakit ringan yang ditandai dengan
gejala seperti batuk, pilek, demam dan diare atau muntah. Hal ini disebabkan
oleh zat kekebalan dari ibu yang telah mulai menurun kadarnya, ASI yang
mulai tergantikan dengan makanan pendamping ASI serta mobilitas / pergerakan
bayi yang mulai meningkat. Batuk, pilek, demam dan diare dialami semua bayi
karena ini adalah bagian dari tumbuh kembang bayi. Coba kita perhatikan di
sekitar kita, adakah balita di atas usia 6 bulan yang sama sekali tidak
pernah batuk pilek demam dan diare?
Namun, apakah yang umumnya terjadi pada bayi di saat ia sakit? Orangtua akan
membawanya ke fasilitas kesehatan (dokter atau bidan) dan sepulang dari
dokter / bidan orangtua akan dibekali dengan satu atau lebih obat. Puyer
berisikan beberapa obat yang disatukan disertai sirup anti demam umumnya
diberikan. Antibiotik tak lupa disertakan, dapat disertakan dalam puyer atau
pun dalam bentuk sirup yang terpisah. Lihatlah 2 contoh resep di bawah ini:
Resep yg sisi kiri diberikan pada bayi 1 bulan, ASI eksklusif, dgn keluhan
“flu”. Resep sisi kanan diberikan pada bayi 3 bulan, ASI eksklusif, dengan
diare akut, tanpa perdarahan. Rasionalkah? Kedua resep puyer ini mengandung
Luminal, obat anti kejang, untuk apa bayi batuk pilek atau diare dapat obat
anti kejang? Efek sampingnya amat berbahaya: perlambatan irama jantung,
tekanan darah rendah, henti napas dan depresi sistem saraf pusat. Rewel
bukan indikasi pemberian obat anti kejang, rewel lumrah terjadi saat sakit,
tenangkan dengan menyusui. Kedua resep ini juga mengandung antibiotik
(eritrhomycin dan nifural) yang sama sekali tidak diperlukan. Obat-obat lain
dalam resep ini juga tidak ada pada pedoman batuk pilek dan diare tanpa
perdarahan.
Gejala batuk pilek demam dan diare sebagian besar disebabkan oleh virus.
Virus ini pada umumnya adalah self limiting disease atau sembuh sendiri.
Sementara antibiotik HANYA dapat mematikan atau melemahkan bakteri, bukan
virus. Antibiotik tidak dapat mengenali mana bakteri baik dan mana yang
jahat, sehingga bakteri baik akan selalu ikut dihantam oleh antibiotic yang
dikonsumsi anak kita. Sia-sia lah usaha mengumpulkan bakteri baik dari
proses IMD dan ASI eksklusif. Semakin sering anak minum antibiotik, semakin
sering ia sakit, karena berkurangnya bakteri baik yang membantu pertahanan
tubuh. Penggunaan antibiotik secara tidak rasional juga menyebabkan
timbulnya resistensi atau berubahnya sifat bakteri menjadi tahan terhadap
antibiotik sehingga suatu saat kita dapat kembali ke era sebelum antibiotik
ditemukan. Antibiotik menyelamatkan hidup, maka kita harus menyelamatkan
antibiotik dengan menggunakannya secara rasional. Bila tidak ada indikasi
untuk pemberian antibiotik, STOP segera, tidak ada isitilah “terlanjur minum
antibiotik”, sebaliknya bila memang ada indikas taati aturan minumnya dengan
baik.
Ayah dan ibu sekalian, batuk pilek demam dan diare sampai tahap tertentu
sesungguhnya adalah cara tubuh untuk bertahan ketika virus masuk ke dalam
tubuh (infeksi virus). Batuk menjaga supaya jalan napas bersih dari lendir
yang dihasilkan lebih banyak ketika ada infeksi virus dan batuk juga menjaga
supaya kuman baru tidak masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernapasan di
saat tubuh sedang berusaha melawan virus yang sudah masuk. Begitu juga
dengan pilek, tubuh berusaha mengeluarkan virus melalui lendir yang
diproduksi hidung. Pilek yang mulai kehijauan sama sekali tidak berarti
bahwa ada infeksi bakteri. Kehijauan semata-mata karena banyak sel darah
putih yang terkandung dalam lendir yang bereaksi dengan oksigen yang terjadi
justru di akhir masa sakit atau dalam proses penyembuhan. Bila hidung
tersumbat, ASI dapat diteteskan pada lubang hidung untuk membantu mengurangi
sumbatan karena ASI mengandung anti infeksi dan anti radang.
Bagaimana dengan demam ? Demam adalah tanda bahwa pertahanan tubuh sedang
bekerja. Setiap kali ada kuman masuk ke dalam tubuh, secara otomatis tubuh
akan bereaksi dan reaksi ini menghasilkan zat yang menyebabkan suhu tubuh
naik. Suhu tubuh yang naik ini juga membuat sel pertahanan tubuh dapat
bekerja lebih optimal. Oleh karena itu kita tidak disarankan untuk mengobati
demam yang ringan agar masa sakit dapat berlangsung lebih singkat karena
tubuh diberi kesempatan untuk melawan si kuman. Benar bahwa demam dapat
menyebabkan dehidrasi dan kejang, oleh karena itu perlu dipantau, diberi
cairan lebih banyak (ASI lebih baik), dikompres hangat dan diberi obat demam
hanya bila suhu di atas 38,5&derC (pada anak usia 1 tahun atau lebih). Diare
akut tanpa perdarahan umumnya disebabkan juga oleh virus. Diare membantu
tubuh membuang virus yang masuk, sehingga pemberian anti diare pada anak
tidaklah dianjurkan oleh WHO. Tata laksana diare yang utama adalah mengganti
cairan yang keluar. ASI adalah pengganti cairan terbaik, oralit dapat
diberikan jika diperlukan.
Pedoman tata laksana kasus bagi dokter maupun bidan dan perawat sebenarnya
telah lama ada. WHO telah mengenalkan Manajemen Terpadu Balita Sakit untuk
bidan dan perawat. Untuk dokter WHO telah mengenalkan Pedoman Pelayanan
Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Sebetulnya dengan mematuhi pedoman yang ada,
rasionalitas tata laksana yang dilakukan tenaga kesehatan dapat lebih
terarah. Namun, hal ini juga memerlukan kerjasama dari para ayah dan ibu.
Tekanan kepada tenaga kesehatan untuk memberikan resep, terutama resep
tertentu seperti antibiotik atau puyer atau vitamin botolan kerap terjadi
(vitamin jauh lebih baik yang berasal dari ASI dan buah bukan?). Tahukan
ayah ibu, bahwa Indonesia adalah satu-satunya Negara yang masih meresepkan
obat berbentuk puyer. Puyernya sendiri tidak terlalu masalah, yang berbahaya
adalah praktik mencampur aneka obat menjadi satu yang belum tentu diperlukan
bayi kita. Padahal berdasarkan pedoman untuk tata laksana kasus-kasus ringan
yang saya ceritakan di atas tidak memerlukan peresepan apapun, kecuali untuk
obat anti demam bila ada indikasi. Setiap kunjungan ke tenaga kesehatan,
pastikan buah hati kita mendapatkan hanya yang terbaik.
ASI adalah investasi yang luar biasa bagi kesehatan dan tumbuh kembang anak
kita, jangan sampai penggunaan obat yang tidak rasional merusak investasi
ini. Mari kita bersama mengusahakan agar setiap anak Indonesia mendapatkan
semuanya serba Standard Emas, tidak saja soal feeding, tapi juga ketika
sakit dia mendapatkan tata laksana yg berstandar emas: bedasarkan pedoman,
berbasis bukti yang kuat. Hanya yang terbaik yang pantas kita berikan bagi
anak-anak kita bukan ? Hidup ASI, Hidup POR !!
Sunday, January 2, 2011
Untuk Kita dan Bangsa : Mari Beralih ke Singkong
Tepung terigu yang menjadi bahan dasar berbagai makanan harian kita seperti mi, roti, dan pasta ternyata kurang baik bagi kesehatan.
Pada tepung terigu terdapat gluten yang sulit dicerna, yaitu membutuhkan waktu 3 x 24 jam, dibandingkan dengan makanan lain yang selesai dicerna dalam waktu 1 x 24 jam.
Lebih lengkap tentang pembahasan terigu dari sisi kesehatan dapat dilihat pada tulisan saya sebelumnya.
Kita coba bahas sisi lain, yaitu sisi ekonomi, hehe, sekali-sekali kita bahas ekonomi ya..
Dalam perspektif ekonomi, tepung terigu ini ternyata juga menjadi sumber masalah lain.
Tahukah Anda bahwa untuk memasok kebutuhan terigu pada makanan kita setiap hari itu, Indonesia harus 100% mengimpor gandum? Itu karena gandum tidak bisa tumbuh di Indonesia!
Dan di tahun 2010, volume impor gandum adalah sebesar 4.000.000 ton! Itu pun masih kurang, karena masih ditambah lagi dengan impor 500.000 ton tepung terigu!
Saya belum menemukan data nilai rupiahnya.
Namun kita coba asumsikan saja.
Jika harga jual terigu saat ini sekitar Rp 12.000 per kg, maka anggaplah harga impor terigu Rp 9.000 per kg, dan harga impor gandum Rp 2.000 per kg.
Maka total impor gandum dan terigu 2010 adalah :
Rp 9.000 x 1.000 kg x 500.000 ton (terigu)
Ditambah dengan
Rp 2.000 x 1.000 kg x 4.000.000 ton (gandum)
Sama dengan... (Waduh ni nolnya banyak banget yah..)
4.500.000.000.000 +
8.000.000.000.000
12.500.000.000.000
Rp 12.5 Trilyun!
Alangkah sayangnya uang sedemikian besar kita "buang" ke negara lain, untuk sesuatu yang ternyata kurang sehat pula..
Lalu, kita tidak bisa lagi makan mi, roti, dan pasta?
Mungkin idealnya begitu :-)
Tapi, sekarang sudah ada solusinya. Sudah ada tepung singkong, yang disebut mocaf (modified cassava flour), yang dapat digunakan sebagai pengganti tepung terigu dalam berbagai bahan makanan.
Singkong merupakan tanaman yang sangat mudah tumbuh di negeri kita. Produksi singkong Indonesia di tahun 2010 sebanyak 22 juta ton. Yang sebagian besar masih digunakan sebagai bahan dasar yang tidak bernilai tambah.
Pemerintah saat ini memang mulai menggalakkan peralihan bahan makanan pokok ke singkong, melalui program pemberian insentif bagi petani yang bersedia menanam singkong. Anggaran pemerintah tahun 2011 untuk program ini Rp 203 milyar.
Jika kita coba hitung, maka biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk per kg singkong adalah sekitar :
Rp 203.000.000.000 / 22 milyar kg
= Rp 10 saja!
Dan kalau kita mau mengganti seluruh kebutuhan tepung terigu dengan mocaf, total 4.5 juta ton, dengan asumsi 1 kg mocaf (yang merupakan singkong yang dikeringkan lalu dihaluskan) dihasilkan dari 2 kg singkong, maka biaya yang perlu dikeluarkan pemerintah hanya sekitar Rp 100 milyar saja!
Bandingkan dengan biaya impor gandum dan terigu Rp 12.5 trilyun tadi!
Jika peralihan dari tepung terigu ke mocaf dapat terus digalakkan, maka kemakmuran akan kembali kepada rakyat kita juga. Negara terbebas dari ketergantungan impor gandum dan terigu. Selisih dana yang tersedia bisa dimanfaatkan untuk hal lain yang lebih bermanfaat.
Masyarakat pun akan sehat, terbebas dari gluten, dan mendapatkan tepung mocaf dengan harga yang lebih murah dari tepung terigu. Secara keseluruhan bisa berdampak pada menurunnya biaya kesehatan dan pangan, sehingga dapat dialokasikan ke biaya pendidikan, misalnya.
Sepertinya solusi yang ideal ya? Yuk kita mulai, sehat dan hemat untuk kita dan baik juga untuk bangsa :-)
Pada tepung terigu terdapat gluten yang sulit dicerna, yaitu membutuhkan waktu 3 x 24 jam, dibandingkan dengan makanan lain yang selesai dicerna dalam waktu 1 x 24 jam.
Lebih lengkap tentang pembahasan terigu dari sisi kesehatan dapat dilihat pada tulisan saya sebelumnya.
Kita coba bahas sisi lain, yaitu sisi ekonomi, hehe, sekali-sekali kita bahas ekonomi ya..
Dalam perspektif ekonomi, tepung terigu ini ternyata juga menjadi sumber masalah lain.
Tahukah Anda bahwa untuk memasok kebutuhan terigu pada makanan kita setiap hari itu, Indonesia harus 100% mengimpor gandum? Itu karena gandum tidak bisa tumbuh di Indonesia!
Dan di tahun 2010, volume impor gandum adalah sebesar 4.000.000 ton! Itu pun masih kurang, karena masih ditambah lagi dengan impor 500.000 ton tepung terigu!
Saya belum menemukan data nilai rupiahnya.
Namun kita coba asumsikan saja.
Jika harga jual terigu saat ini sekitar Rp 12.000 per kg, maka anggaplah harga impor terigu Rp 9.000 per kg, dan harga impor gandum Rp 2.000 per kg.
Maka total impor gandum dan terigu 2010 adalah :
Rp 9.000 x 1.000 kg x 500.000 ton (terigu)
Ditambah dengan
Rp 2.000 x 1.000 kg x 4.000.000 ton (gandum)
Sama dengan... (Waduh ni nolnya banyak banget yah..)
4.500.000.000.000 +
8.000.000.000.000
12.500.000.000.000
Rp 12.5 Trilyun!
Alangkah sayangnya uang sedemikian besar kita "buang" ke negara lain, untuk sesuatu yang ternyata kurang sehat pula..
Lalu, kita tidak bisa lagi makan mi, roti, dan pasta?
Mungkin idealnya begitu :-)
Tapi, sekarang sudah ada solusinya. Sudah ada tepung singkong, yang disebut mocaf (modified cassava flour), yang dapat digunakan sebagai pengganti tepung terigu dalam berbagai bahan makanan.
Singkong merupakan tanaman yang sangat mudah tumbuh di negeri kita. Produksi singkong Indonesia di tahun 2010 sebanyak 22 juta ton. Yang sebagian besar masih digunakan sebagai bahan dasar yang tidak bernilai tambah.
Pemerintah saat ini memang mulai menggalakkan peralihan bahan makanan pokok ke singkong, melalui program pemberian insentif bagi petani yang bersedia menanam singkong. Anggaran pemerintah tahun 2011 untuk program ini Rp 203 milyar.
Jika kita coba hitung, maka biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk per kg singkong adalah sekitar :
Rp 203.000.000.000 / 22 milyar kg
= Rp 10 saja!
Dan kalau kita mau mengganti seluruh kebutuhan tepung terigu dengan mocaf, total 4.5 juta ton, dengan asumsi 1 kg mocaf (yang merupakan singkong yang dikeringkan lalu dihaluskan) dihasilkan dari 2 kg singkong, maka biaya yang perlu dikeluarkan pemerintah hanya sekitar Rp 100 milyar saja!
Bandingkan dengan biaya impor gandum dan terigu Rp 12.5 trilyun tadi!
Jika peralihan dari tepung terigu ke mocaf dapat terus digalakkan, maka kemakmuran akan kembali kepada rakyat kita juga. Negara terbebas dari ketergantungan impor gandum dan terigu. Selisih dana yang tersedia bisa dimanfaatkan untuk hal lain yang lebih bermanfaat.
Masyarakat pun akan sehat, terbebas dari gluten, dan mendapatkan tepung mocaf dengan harga yang lebih murah dari tepung terigu. Secara keseluruhan bisa berdampak pada menurunnya biaya kesehatan dan pangan, sehingga dapat dialokasikan ke biaya pendidikan, misalnya.
Sepertinya solusi yang ideal ya? Yuk kita mulai, sehat dan hemat untuk kita dan baik juga untuk bangsa :-)
Saturday, January 1, 2011
Yuk, Kurangi Konsumsi Tepung Terigu
Ilmu baru lagi dari Pak Wied Harry di milis Gizi_Bayi_Balita, yaitu tentang kandungan tepung terigu dan dampaknya bagi kesehatan.
Mulai sekarang, ada baiknya kita secara membatasi konsumsi bahan makanan yang berbahan dasar tepung terigu. Ada apa gerangan?
Tepung terigu mengandung protein khusus yang sulit dicerna yaitu gluten.
Sehingga, berbeda dari serealia (padi-padian lain non-gluten, seperti nasi/beras, jagung), roti serta bahan makanan lain terbuat dari bahan utama terigu seperti mi-pasta baru bisa diproses oleh tubuh kita (dicerna-diserap nutrisinya-dibuang sampahnya ke luar tubuh) dalam tempo 3x siklus metabolisme, artinya 3x24 jam. Padahal, makanan sehat sudah harus meninggalkan tubuh (usus besar) paling lama dalam tempo 24 jam. Akibatnya, sampah terigu yang harusnya dibuang akan diserap lagi dan lagi oleh dinding usus. Selain itu, tumpukan sampah gluten dalam tubuh akan menempel di dinding usus, sehingga menghalangi penyerapan nutrisi.
Hasil riset lain menyebutkan gluten berlebihan diduga menjadi salah satu sebab meningkatnya risiko autis/hiperaktif pada anak-anak.
Makanan apa saja yang banyak mengandung gluten?
Tepung terigu dan makanan hasil olahan terigu (mi, pasta: makaroni dkk, roti, biskuit, dll). Havermut/oats mengandung sedikit gluten.
Roti putih dan roti wholewheat (sering disebut roti gandum) pada dasarnya tidak terlalu berbeda jauh. Perbedannya hanya bahwa roti putih mengalami proses pemucatan (bleaching) dengan zat pemucat sintetis, roti wholewheat tidak. Kandungan serat pada roti wholewheat hanya lebih tinggi 1-3% saja dari roti putih.
Lalu apakah kita harus meninggalkan tepung terigu sama sekali?
Tentu tidak. Yang ideal adalah kita tidak membiasakan diri, terutama anak-anak, mengonsumsi makanan dengan bahan utama
terigu terlalu sering. Roti, mi, pasta, biskuit, dan makanan lain dengan bahan utama terigu sebaiknya diberikan paling sering 4 hari sekali.
Sehingga yang penting adalah makanan dari
terigu adalah :
- jangan dikonsumsi berlebihan (sebagai hidangan utama)
- jangan dijadikan menu harian
Di samping itu, asupan buah-sayuran segar minimal sama banyak dengan makanan lainnya adalah yang terbaik, karena seratnya akan mampu menguras sampah makanan dan kandungan antioksidannya akan mampu membersihkan sampah metabolisme yg dihasilkan oleh makanan berterigu - serta makanan nakal lainnya.
Dengan demikian, penggunaan tepung terigu dan tepung panir hanya sebagai pengikat maupun pelapis saja masih bisa dilakukan. Karena dalam kasus ini, tepung terigu bukan sebagai bahan utama, sehingga jumlahnya tidak dominan.
Lalu apa pengganti tepung terigu & makanan lain berbahan terigu?
Tepung lokal seperti tepung maizena, tepung beras, tepung hunkue, tepung singkong, tepung ubi, tepung ganyong, tepung uwi tidak mengandung gluten.
Untuk pilihan pasta bebas gluten, bisa pilih pasta jagung, pasta beras, pasta singkong, atau pasta jagung-beras.
Untuk mi, dapat dipilihkan mi nonterigu, misalnya mi jagung, mi beras, mi singkong, dll.
Untuk membuat kue, apakah ada bahan pengganti terigu yang bebas gluten?
Ya, tepung terigu dapat digantikan dengan tepung singkong yang dibuat sendiri atau tepung singkong yang disebut mocaf (modified cassava flour). Karena terbuat dari singkong, maka tepung mocaf ini bebas gluten.
Beberapa resep kue berbahan dasar tepung terigu telah dicoba dibuat dengan tepung mocaf, dan memberikan hasil yang memuaskan.
Tepung mocaf pun dapat digunakan untuk masakan sehari-hari sebagai pelapis (ikan, ayam, dll) maupun pengikat (bakwan, perkedel, dll).
Mulai sekarang, ada baiknya kita secara membatasi konsumsi bahan makanan yang berbahan dasar tepung terigu. Ada apa gerangan?
Tepung terigu mengandung protein khusus yang sulit dicerna yaitu gluten.
Sehingga, berbeda dari serealia (padi-padian lain non-gluten, seperti nasi/beras, jagung), roti serta bahan makanan lain terbuat dari bahan utama terigu seperti mi-pasta baru bisa diproses oleh tubuh kita (dicerna-diserap nutrisinya-dibuang sampahnya ke luar tubuh) dalam tempo 3x siklus metabolisme, artinya 3x24 jam. Padahal, makanan sehat sudah harus meninggalkan tubuh (usus besar) paling lama dalam tempo 24 jam. Akibatnya, sampah terigu yang harusnya dibuang akan diserap lagi dan lagi oleh dinding usus. Selain itu, tumpukan sampah gluten dalam tubuh akan menempel di dinding usus, sehingga menghalangi penyerapan nutrisi.
Hasil riset lain menyebutkan gluten berlebihan diduga menjadi salah satu sebab meningkatnya risiko autis/hiperaktif pada anak-anak.
Makanan apa saja yang banyak mengandung gluten?
Tepung terigu dan makanan hasil olahan terigu (mi, pasta: makaroni dkk, roti, biskuit, dll). Havermut/oats mengandung sedikit gluten.
Roti putih dan roti wholewheat (sering disebut roti gandum) pada dasarnya tidak terlalu berbeda jauh. Perbedannya hanya bahwa roti putih mengalami proses pemucatan (bleaching) dengan zat pemucat sintetis, roti wholewheat tidak. Kandungan serat pada roti wholewheat hanya lebih tinggi 1-3% saja dari roti putih.
Lalu apakah kita harus meninggalkan tepung terigu sama sekali?
Tentu tidak. Yang ideal adalah kita tidak membiasakan diri, terutama anak-anak, mengonsumsi makanan dengan bahan utama
terigu terlalu sering. Roti, mi, pasta, biskuit, dan makanan lain dengan bahan utama terigu sebaiknya diberikan paling sering 4 hari sekali.
Sehingga yang penting adalah makanan dari
terigu adalah :
- jangan dikonsumsi berlebihan (sebagai hidangan utama)
- jangan dijadikan menu harian
Di samping itu, asupan buah-sayuran segar minimal sama banyak dengan makanan lainnya adalah yang terbaik, karena seratnya akan mampu menguras sampah makanan dan kandungan antioksidannya akan mampu membersihkan sampah metabolisme yg dihasilkan oleh makanan berterigu - serta makanan nakal lainnya.
Dengan demikian, penggunaan tepung terigu dan tepung panir hanya sebagai pengikat maupun pelapis saja masih bisa dilakukan. Karena dalam kasus ini, tepung terigu bukan sebagai bahan utama, sehingga jumlahnya tidak dominan.
Lalu apa pengganti tepung terigu & makanan lain berbahan terigu?
Tepung lokal seperti tepung maizena, tepung beras, tepung hunkue, tepung singkong, tepung ubi, tepung ganyong, tepung uwi tidak mengandung gluten.
Untuk pilihan pasta bebas gluten, bisa pilih pasta jagung, pasta beras, pasta singkong, atau pasta jagung-beras.
Untuk mi, dapat dipilihkan mi nonterigu, misalnya mi jagung, mi beras, mi singkong, dll.
Untuk membuat kue, apakah ada bahan pengganti terigu yang bebas gluten?
Ya, tepung terigu dapat digantikan dengan tepung singkong yang dibuat sendiri atau tepung singkong yang disebut mocaf (modified cassava flour). Karena terbuat dari singkong, maka tepung mocaf ini bebas gluten.
Beberapa resep kue berbahan dasar tepung terigu telah dicoba dibuat dengan tepung mocaf, dan memberikan hasil yang memuaskan.
Tepung mocaf pun dapat digunakan untuk masakan sehari-hari sebagai pelapis (ikan, ayam, dll) maupun pengikat (bakwan, perkedel, dll).
Subscribe to:
Posts (Atom)