Tuesday, July 24, 2012

Memilih Restoran Halal

Dari milis halal-baik-enak@yahoogroups.com, tulisan Bapak Anton Apriyantono, tentang cara memilih restoran halal. Semoga bermanfaat.


Memilih Restoran Halal
Anton Apriyantono
Halal Watch
Dirilis tanggal 24 Juli 2012

            Konsumen muslim di Indonesia, karena merasa muslim adalah mayoritas di Indonesia, seringkali tidak sadar bahwa tidak semua restoran di Indonesia menyediakan makanan halal.  Tidak sadar pula bahwa walaupun di restoran tersebut tidak menyediakan masakan babi atau minuman keras ternyata makanan yang disajikan tidak semuanya dijamin halal.  Hal ini dapat terjadi diantaranya akibat ketidaktahuan si pengelola restoran maupun konsumen itu sendiri.  Oleh karena itu menjadi penting bagi konsumen untuk mengetahui peraturan yang berlaku, jenis makanan yang diragukan kehalalannya dan bagaimana cara terbaik untuk memilih restoran yang halal seperti akan dijelaskan dibawah ini.

Peraturan

            Di Indonesia tidak ada peraturan yang mengharuskan setiap restoran harus menyediakan makanan halal, tidak juga ada keharusan memeriksakan kehalalan makanan yang disajikan restoran ybs.  Yang ada adalah apabila si restoran ingin mengklaim bahwa restorannya menyajikan makanan halal maka harus memeriksakan makanannya ke MUI, apabila si restoran tersebut telah mendapatkan sertifikat halal maka si restoran berhak mencantumkan logo halal pada restorannya.  Peraturan ini sebetulnya merupakan analogi peraturan yang berlaku pada produk pangan dalam kemasan dimana pencantuman label atau tanda halal pada produk dalam kemasan harus didasarkan atas sertifikat halal yang dimiliki oleh produk tersebut dimana sertifikat tersebut didasarkan pada hasil pemeriksaan oleh lembaga yang berwenang (MUI).

            Masalahnya, seringkali si pengelola restoran mencantumkan label atau tanda halal di restorannya walaupun restoran tersebut belum pernah diperiksa sama sekali oleh yang berwenang (MUI).  Bahkan, ada satu restoran Jepang (kejadiannya sudah lama) yang telah diperiksa MUI tapi tidak memperoleh sertifikat halal karena dalam pembuatan makanannya masih mengggunakan sake dan mirin (keduanya masuk kedalam golongan khamar), ternyata si restoran tersebut mengiklankan dirinya sebagai restoran halal.  Praktek-praktek seperti ini jelas sangat merugikan konsumen.  Untuk kasus yang pertama dimana restoran mencantumkan sendiri label halal tanpa pemeriksaan itu jelas tindakan yang tidak fair karena konsumen tidak mengetahui bagaimana makanan yang disajikan si restoran dibuat dan tidak ada pihak yang ketiga dan berwenang yang menjadi saksi dalam pembuatan makanan yang disajikan.  Dalam kasus yang kedua dimana sudah jelas jelas si restoran tersebut menyajikan makanan yang tercampur bahan yang haram sehingga makanan yang disajikan juga haram, sudah melakukan penipuan terhadap konsumen karena berani mengklaim dan mengiklankan restorannya menyajikan makanan halal padahal haram.  Celakanya, hampir tidak ada sangsi yang diterima oleh restoran walaupun mencantumkan label halal atau mengiklankan restorannya sebagai halal tetapi tidak diperiksa dan dinyatakan halal oleh yang berwenang, atau melakukan penipuan sekalipun.

            Sebagai konsumen kita harus waspada dan teliti karena jika si restoran tersebut tidak memiliki sertifikat halal maka artinya kehalalan makanan yang disajikan restoran ybs tidak ada lembaga berwenang yang menjamin.  Sayangnya, masih sedikit restoran yang telah memiliki sertifikat halal (lihat daftarnya di www.halalmui.org), oleh karena itu pengetahuan kitalah yang harus ditingkatkan sehingga bisa mengetahui mana restoran yang menyajikan makanan yang diragukan kehalalannya dan mana yang tidak.

Jenis makanan yang secara umum diragukan kehalalannya

            Secara umum makanan moderen lebih rawan kehalalannya (dibandingkan dengan makanan tradisional) karena bahan yang digunakan banyak yang impor dan berasal dari negara non muslim (khususnya bahan hewani dan turunannya).  Secara khusus konsumen muslim harus mewaspadai masakan Cina karena dalam pembuatannya sering melibatkan lemak babi dan arak, baik dalam bentuk arak putih maupun arak merah (ang ciu).  Selain itu, kie kian yang sering digunakan dalam pembuatan cap cai dalam pembuatannya melibatkan lemak babi.

            Masakan Jepang dan sejenisnya dalam pembuatannya sering melibatkan sake dan mirin, keduanya masuk kedalam golongan khamar sehingga masakan yang dibuat dengan menggunakan sake dan mirin tidak diperkenankan dikonsumsi oleh umat Islam.  Masakan Barat juga rawan kehalalannya karena banyak menggunakan keju (status kehalalannya syubhat), wine (khususnya masakan Perancis), daging yang tidak halal, buillon (ekstrak daging), wine vinegar, dll.

            Cukup banyak pula restoran, warung, kaki lima, gerobak dorong yang masih menggunakan ang ciu (anggur merah) dalam pembuatan masakannya seperti masakan seafood, nasi goreng, dll, bahkan masih ada pula praktek merendam ayam dalam arak sebelum diolah lebih lanjut.

Bagaimana memilih?

            Dalam memilih mana restoran yang menyajikan makanan yang kehalalannya terjamin di Indonesia memang agak repot mengingat jenis restoran yang ada sangat banyak dan bervariasi dari mulai warung tegal, warung tenda, restoran kecil, restoran besar, restoran fast food, dll.  Walaupun demikian, ada beberapa saran yang dapat dijadikan pegangan yaitu:

1.      Pilihlah restoran yang telah mendapatkan sertifikat halal (lihat daftarnya di www.halalmui.org).  Restoran yang telah mendapatkan sertifikat halal sudah tidak perlu diragukan lagi kehalalan makanan dan minuman yang disajikannya.

2.      Jika kita tidak membawa daftar restoran halal maka pada waktu masuk ke restoran yang kita ragu atas kehalalan makanan dan minuman yang disajikan maka tanyakanlah sertifikat halal yang dimiliki oleh restoran tersebut secara sopan.  Jangan terkecoh dengan adanya label atau tanda halal yang ada di restoran ybs karena seperti telah dijelaskan sebelumnya, tidak selalu benar apa yang dinyatakan oleh restoran tsb.  Jika kita ragu terhadap kehalalan makanan dan minuman yang disajikan oleh restoran yang tidak memiliki sertifikat halal maka harus kita hindari restoran tsb.

3.      Hindari restoran yang menyajikan masakan yang secara umum diragukan kehalalannya seperti telah dijelaskan sebelumnya, kecuali restoran tersebut telah mendapatkan sertifikat halal dari yang berwenang.

4.      Tidak ada salahnya bertanya secara sopan dan baik untuk memastikan bahwa restoran yang kita datangi tidak menyajikan masakan yang diragukan kehalalannya. Sebagai contoh, kita dapat bertanya “apakah dalam pembuatan masakan di restoran ini menggunakan ang ciu?”, jika jawabannya “ya” maka kita katakan “terima kasih, maaf saya tak jadi makan di tempat ini, ada keperluan lain”, lalu kita meninggalkan restoran tsb.

5.      Hindari restoran yang menyajikan masakan yang jelas jelas haram seperti produk babi dan minuman keras.  Jangan pula makan di restoran yang menyajikan masakan halal bercampur dengan masakan haram seperti produk babi atau minuman keras.  Tidak ada jaminan bahwa masakan yang disajikan tidak bercampur dalam pembuatannya dengan masakan yang haram.  Dalam hal minuman keras, kita diperintahkan untuk menghindari tempat dimana minuman keras disajikan.

Monday, July 16, 2012

MPASI : Bubur Tepung Beras atau Bubur Nasi Dihaluskan?

Ini sharing dari milis Gizi_Bayi_Balita@yahoogroups.com, dari Pak Wied Harry, ahli gizi.

Salah satu tahapan MPASI (Makanan Pendamping ASI)  adalah bubur halus. Sekarang cukup banyak dijual aneka tepung beras untuk MPASI, sehingga membuat bubur halus menjadi lebih mudah.

Pertanyaannya, lebih baik mana, bubur dari tepung beras (tepung beras dibuat menjadi bubur) atau bubur halus dari beras (beras dimasak sampai menjadi nasi/bubur lalu dihaluskan)? Walaupun bentuk akhirnya sama-sama bubur halus, ternyata perbedaan proses pembuatannya menghasilkan perbedaan pula di tubuh bayi.

Apa lagi selain tepung beras, ada juga tepung pisang, tepung ubi. Wah kalau ini, jelas lebih baik pisang dan ubi asli aja, gampang dihaluskan, dan lebih fresh :-) Prinsipnya, semakin segar, semakin dekat dengan "aslinya", semakin baik.. Semakin banyak enzim.. Ingat kata Hiromi.. Setuju kaaaan :-)


Berikut saya copy paste penjelasan dari Pak Wied, semoga bermanfaat :-)

===




Pertanyaan member milis : 

emang beda ya klo dari beras utuh dibuat bubur dengan digiling dulu baru dibuat
bubur?
apa yg menyebabkan beda ya pak wied?




Jawaban Pak Wied :

Beda.
Ukuran molekul bahan makanan ketika dimasak mempengaruhi kemudahan bahan makanan tersebut diserap oleh tubuh kita.

Bubur halus dari beras (beras dimasak hingga menjadi bubur, kemudian dihaluskan) lebih lambat menaikkan kadar gula darah dibanding bubur terbuat dari tepung.

Jika setiap kali makan, tubuh bayi kita mengalami lonjakan kadar gula darah, maka pankreas harus terus aktif merespon dengan cara memproduksi insulin, agar kadar gula darah yang naik bisa segera dinormalkan.

Jika pankreas terus-menerus bekerja keras, maka pankreas akan cepat aus. Kalau pankreas sudah aus, maka kemampuannya menghasilkan insulin akan menurun, sehingga gula darah berlebihan akan tetap saja berlebihan - dan ini menjadi pertanda pradiabetes atau malah sudah diabetes. Saat ini, kasus anak-anak (bahkan sekarang sudah banyak yang usia pra-TK) pengidap diabetes tipe-2 (diabetes karena pola makan) sudah semakin banyak.

Saya sering disanggah dengan pernyataan "kan akhirnya sama-sama dihaluskan juga, kok bisa salah satu lebih cepat menaikkan kadar gula darah?"

Rupanya yang menyanggah pernyataan saya lupa (pernyataan ini saya kutip dari hasil penelitian, tapi saya lupa sumbernya) bahwa merebus makanan dengan potongan kecil-kecil akan lebih mudah melunakkan jaringan makanan tersebut dibanding dengan makanan yang direbus utuh atau dalam potongan besar.

Bukankah ini menandakan bahwa (cairan) panas ketika perebusan lebih mudah menembus molekul
makanan jika makanan tersebut berukuran kecil, apalagi yang dihaluskan, daripada yang utuh/berukuran besar?

===

Thursday, July 5, 2012

Makanan Sehat Alami, Aman Dunia Akhirat


Pembuatan makanan menjadi sebuah industri yang kompleks. Demi menyajikan rasa yang selezat mungkin, berbagai cara dilakukan, berbagai bahan dicampurkan. Juga demi memastikan makanan tersebut dapat digunakan dalam jangka waktu yang panjang.

Sebenarnya cara pembuatan makanan seperti ini bertentangan dengan dua hal. Yang paling jelas (mudah-mudahan cukup jelas untuk semua ya, hehe..) adalah dari sisi kesehatan. Yang kedua, yang sering kali belum terpikirkan, adalah dari sisi agama, dalam hal ini Islam. 

Dari sisi kesehatan, proses terlalu panjang membuat  makanan menjadi kehilangan “zat hidup”-nya yang justru diperlukan oleh manusia. Maka perkembangan terkini adalah justru menuju makanan sealami mungkin, diproses sesingkat mungkin, seperti buah dan sayur yang hanya dimasak sebentar. Bahkan ada yang hanya makan makanan mentah (raw-food).

Campuran makanan, apa lagi yang berasal dari bahan sintetik, biasanya berdampak buruk bagi kesehatan. Apa lagi jika bahan sintetik tersebut sebenarnya adalah bahan yang berbahaya. 

Dari sisi Islam, yang perlu diwaspadai adalah pencampuran berbagai bahan dalam masakan. Dua hal utama yang diharamkan yang sering menjadi bahan campuran adalah khamr dan babi beserta turunannya. Ini tentunya sangat perlu diwaspadai.

Yang juga ternyata dibahas dalam Islam, adalah tentang lamanya pemrosesan makanan. Pernah dikatakan bahwa Rasulullah menyarankan bahwa lebih baik kita yang menunggu makanan, daripada makanan menunggu kita. Dapat diartikan bahwa yang lebih baik adalah kita menunggu makanan diproses, sehingga tentunya bukan proses yang panjang. 

Kalau dicoba disimpulkan, sepertinya solusi terbaik adalah kembali ke makanan alami, yang murni, segar. Sehat dan tidak khawatir dengan campuran apa pun yang bisa mengganggu kehalalannya.. Maka pilihan untuk makan buah, sayur, kacang-kacangan, beras, ubi-ubian sepertinya adalah pilihan yang terbaik.

Jika diperlukan sumber hewani, maka ikan segar adalah yang paling aman. Aman dari kesehatan karena kandungan lemaknya yang sehat (walaupun perlu dipastikan dengan kondisi airnya, mudah-mudahan bebas bahan berbahanya). Aman juga dari sisi agama, karena ikan tidak perlu penyembelihan. 

Daging sapi dan daging ayam bolehlah sekali-sekali, jika memang sumbernya bisa dipastikan halal.

Mari kita kembali ke makanan sehat alami, aman di dunia dan di akhirat :-)

 

Wednesday, July 4, 2012

Ah.. Masa Roti Ada yang Haram?

Berikut Edisi 2 Warta Sadar Halal Waspada Haram, dari milis HBE. Kali ini tentang roti, yang ternyata bahan-bahan dasarnya ada yang perlu diperhatikan kehalalannya. Semoga bermanfaat.


WARTA SADAR HALAL WASPADA HARAM
Komunitas Peduli Halal 

Milis halal-baik-enak@yahoogroups.com

Ah... Masa Roti Ada yang Haram?

Tentunya sudah banyak umat Islam yang tahu bahwa beberapa jenis kue atau cake tertentu rawan HARAM karena mengandung minuman keras atau beralkohol untuk memantapkan rasanya. Ya, bahkan satu bakery terkenal di Jakarta, mengakui bahwa blackforest mereka menggunakan RUM yang tentu saja HARAM.

Namun perlu diketahui juga bahwa ROTI biasa pun BISA HARAM juga. LHO, KOK gitu?! Apa yang jadi penyebabnya? Berikut beberapa bahan adonan roti/kue ada yang rawan haram:

TERIGU bisa mengandung zat haram
Menurut LPPOM MUI, terigu asal Cina ternyata ada yang mengandung L-Sistein, yang gunanya untuk meningkatkan sifat terigu dalam pembuatan kue. Dengan L-Sistein adonan kue atau roti menjadi lembut dan mengembang lebih besar. Nah, menurut Prof. Dr. Hj. Aisjah Girindra, ketika beliau menjadi Ketua LPPOM MUI, L-Sistein dalam terigu impor ini dibuat dari RAMBUT MANUSIA. “Sesuatu yang berasal dari manusia yang dicampurkan ke dalam makanan, haram hukumnya bagi umat Islam,” kata Ibu Aisjah. Jadi, terigu tanpa label/sertifikat HALAL jangan dipakai - bisa HARAM.

SHORTENING
Shortening adalah lemak atau campuran yang mampu membuat roti dan kue menjadi lembut. Shortening biasanya merupakan campuran lemak, yang bisa terdiri dari lemak tumbuhan/nabati, campuran lemak nabati dengan lemak hewani atau lemak ikan, ataupun campuran lemak hewani saja. Shortening hewani diperoleh dari lemak sapi atau babi. Yang tanpa sertifikat HALAL perlu diwaspadai.

PERISA
Perisa nabati umumnya berasal dari bahan halal. Namun untuk menghasilkan rasa daging diperlukan bahan yang diantaranya kadang-kadang termasuk lemak atau turunannya. Maka harus jelas jenis daging dan cara menyembelihnya.

PEWARNA
Bahan pewarna makanan ada yang alami, ada yang sintetis. Yang sintetis perlu diwaspadai karena bisa berpengaruh pada kesehatan - apalagi kalau yang dipakai bukan pewarna yang "food-grade" atau aman untuk makanan. Banyak pembuat makanan yang memakai pewarna tekstil yang berbahaya bila dimakan.
Sebaliknya, pewarna alami lebih rawan HARAM karena perlu dilapisi dengan gelatin yang berasal dari hewan. Jadi perlu diketahui dari hewan apa dan cara penyembelihannya Islami atau tidak.

PENGEMBANG
Yang umum dipakai adalah soda kue, yang aman kehalalannya. Ada beberapa bahan lain, diantaranya adalah "cream of tartar" yang haram karena diproduksi sebagai hasil samping pembuatan anggur (khamr).

PENGEMULSI/EMULSIFIER
Di pasaran bahan ini dikenal dengan nama-nama dagang seperti Ovalet, SP, Spontan 88, TBM dll. Status emulsifier secara umum adalah syubhat karena bisa terbuat dari bahan nabati atau hewani. Di samping itu, seringkali di pasaran bahan ini dicampur dengan lemak padat, yang tidak jelas jenis lemaknya apa. Hindarilah cake emulsifier yang belum mendapatkan sertifikat halal.

Semua bahan tersebut dan masih ada bahan lain juga, sudah banyak yang bersertifikat HALAL.
Tetapi tanpa sertifikasi HALAL, kita tidak tahu pasti apakah bakery langganan kita memakai bahan yang HALAL.

 


Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda: 

“Tidaklah tumbuh daging dari makanan haram kecuali neraka lebih utama untuknya.” 
(HR Tirmidzi). 

“Ketahuilah bahwa suapan haram jika masuk ke dalam perut salah satu di antara kamu, maka amalannya tidak diterima 40 hari.” 
(HR al-Thabrani).